Langsung ke konten utama

Wajah palu

Pray for PALU

Kepada Palu
Hari itu sama sekali tidak pernah datang sepucuk berita dari si camar
Kicaunya pun entah kemana kala itu
Mungkinkah ia tahu tentang murka laut
Tentang terjal karang dan laju angin menggiring badai menyapu bibir-bibir pantai

Entahlah mungkin saja ia tahu
Pun barangkali kala itu ia teramat mengerti
Lalu ia sembunyikan dalam terangnya sinar mentari pagi
tanpa kicau resah ia bercumbu dengan buih di seberang sana

Perihal itu  dikenang hari ini, esok hingga nanti
Tentang ribuan jiwa mendesah resah dalam sisa daya berlari
Merintih kecil dalam tangisan sembari merunduk pasrah memeluk kedua lututnya

Tentang sibocah yang tanpa mengerti mengapa ia harus lari
Sungguhpun ia terus bertanya apa salah ibunya?
Lalu mereka sama-sama rabun pandangnya dalam perut badai
Lalu terhanyut jauh dari rangkul jemari sang ibu

Pasca itu semarak surat kabar bercerita
Seratus, duaratus bahkan seribu jiwa terkapar berserakan
Memenuhi ruang pengap, reruntuhan beton yang tak teratur

Bercak darah bercampur lumpur singgah dimana-mana
Aroma mayat memenuhi langit-langit kota yang telah selesai
Rintihan mereka yang terluka
Terbawa angin menuju langit dan bertengger pada dinding do'a do'a

Jerit ketakutan
Rintih kesakitan
Air mata bercampur darah
Tubuh-tubuh yang menggigil
Jiwa-jiwa yang rapuh

Serta harapan-harapan yang keruh
Menyatu dalam benak mereka yang tak tau lagi haru bagaimana

Satu persatu keluarga tercinta, kerabat dekat dan sahabat terbaik
Hilang entah kemana, entah masih hidup dalam sisa-sisa bencana
ataukah tersisih diantara cela reruntuhan beton kota

Nyanyian anak-anak tiada terdengar lagi
hanya mereka yang sedang mencari ibunya
Sekolah, pusat ibadah, fasilitas umum, ruang tamu ber-AC kaum elit hingga gubuk reot si gelandangan semua tidak adalagi
Semua lenyap lalu hilang secepat itu
hanya tersisa dalam sedikit ingatan tentangnya pada reruntuhan

Siang dan malam berlalu teramat cepat
Namun bagi mereka wamtu masih saja sama
Dalam resah, sedih dan linangan air mata
Hanya terlihat reruntuhan berkepanjangan sejauh mata memandang
Hanya terdengar jeitan kesakitan juga tangisan kehilangan
Hanya tercium bau amis darah, dan aroma mayat memenuhi langit-langit kota
Juga hanya tersisa porak poranda rerunruhan kota yang baru saja usai

Atas apa yang terlampau terjadi
Kita tidak berhak menolaknya lagi
Ia berlalu begitu cepat, diluar nalar logika manusiawi
Menyesali dan mengutuk-ngutuknya sembari bergerutu bukan lagi hal tepat yang dilakukan

Hanya kepasrahan dalam segenap kerendahan hati
Teriring do'a dan air mata dalam menghadap langit
mengangkat kedua tangan untuk berdoa dan terus berdo'a
Berharap tentang itu tak lagi bertandang di bumi pertiwi ini

Tidak banyak hal yang dapat kita lakukan kala ini
Hanya mengusahakan yang terbaik sebisa dan semampu kita
Berdo'a dan berupaya sebisa dan semampu kita
Sebab sama sekali tidak melakukan apapun
Semestinya itu tidak pernah terjadi
Dan kepada palu
Kusemaikan bibit do'a
Semoga engkau tabah
Dan meraih sebulir kemuliaan disisi pencipta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lupa jalan pulang

Tentang desakkan napas ribuan manusia kemarin Mengajak aku jatuh cinta padamu Sesak dan pengap ruang lekas ia punah Terjatuh lalu lenyap pada manis senyummu Bola hening matamu Kerap kali aku mencurinya tanpa kau sadari Mencuri menatap wajahmu diantara lalu lalangnya mereka Kerap kali hendakku mendekap disisimu Ingin aku ceritakan, pengapmu biarlah aku yang tanggung Kala itu aku jatuh cinta pada manis senyummu lalu pada indah bola matamu dan menjelma cantik parasmu Rasa-rasanya aku jatuhkan cintaku untukmu Berharap lekaslah kau pungut lalu rawat ia pada taman hatimu Yang kau hiasi dengan lembutnya sentuhan cintamu Sekejap itu aku jatuh cinta Hanya sehari dalam kurun itu Lalu esoknya tentang itu pulang Hilang dan lenyap begitu saja Maaf untuk rasa yang kemarin Dan untuk yang hari ini #sm98

Lelucon Rindu

Sejak sajak mulai berjejak Mengajarjan tentang untaian rindu itu Merah jingga membara, merona indah di ufuk timur kota ini Mengantar sang fajar mengajar putranya yang pulang lalu ada lagi Sepanjang hari berusia, terik dan hujan memangku semesta Bernaung kita di terik berlindung kala di guyur Tentang mu yang aku jatuhkan cintaku Yang aku ceritakan rindu dengan segala nada dan rasa Yang menjelma kamu dalam kata-kata Aku tak pandai merindu tidak pula mencintai Tapi nyatanya tentang itu mendekap erat sembari cerita tentangmu Andai semua kata-kataku kau percaya sebagai rindu Aku berharap kau tau itu tentangmu saja Tanpa harus terpasung ketakpastian Akan arah kerinduan ini Rindu yang masih kau anggap lelucon