Tentang
kunang-kunang senja
(Kepada kunang2;01)
12/1/018
Oleh : sm98
Sajak ini kutulis untuk-mu kala langit mendung
berselaput awan hitam
Kala Matahari enggan menyinari semesta
raya
Senja salamanya akan tetap menjelma senja,
walau jingga terganti kelabu di petala langit yang sama
Sore ini, langit bersenjakan mendung yang
kian tak menyudahi
Sajak ini ku-torehkan untuk dikau yang kemarin
cinta warna biru
Dikala Sore tAnpa senja jiNgga menghiAs
Dikau menjelma senja dalam redupan cahaya
kunang-kunang
Bagi-ku senja tak hilang walau emas terganti
jingga dalam sinar wajah-mu
Sajak ini ku-tulis untuk-mu yang kemarin
suka warna biru
Belajarlah memaafkan seperti laut
Belajarlah mengasihi seperti langit
Belajarlah memberi tanpa pamrih seperti surya
Sajak ini ku-tulis untuk-mu yang kemarin
suka warna biru
Daku menulis nama-mu pada keribaan hamparan pasir yang damai
Daku melukis wajah-mu berkanfas pasir dibibir
pantai
Si laut pencemburu menggiring lekukan ombak
tuk menghapusnya lagi dan lagi
Sajak ini daku tulis untuk-mu dikala langit
mendung berwajah gelap
Sajak ini ku-tulis untuk-mu dikala petala
langit memuja tuan alam raya dalam kata yang ia pahami
Sajak ini ku-tulis untuk-mu dikala Bentangan
samudra menerima segala mahluk
Sajak ini ku-tulis untuk-mu pada Hamparan
bumi berwajah ke-coklat-an
Sajak ini ku tulis hanya untuk-mu..
Tentang
Rasa dalam Resah-Ku
(Kepada kunang2; 02)
29/1/018(00:56)
Banyak hal yang belum sempat daku utarakan
Terpenjara di bilik hati-ku merintih meronta
Perasaan-ku yang belum dikau mengerti
Kekaguman daku pada-mu yang berlalu tanpa sekelumit prasasti
Daku menuangkan saja segala resah-ku disini
Diatas kolom baris lembaran kertas putih yang kusam
Berbekal goresan ornamen tinta hitam
Aksara
tereja namuN rasa masih tak sempurnA bercerita
Daku tau, kata-kata tak sempurna mewakili rasa
Sebab ia bukan jelmaan kesempurnaan rasa
Aksara hanya setapak jalan penyampaian rasa
Menulis, itulah cara-ku sampaikan rasa dengan sederhana
Maaf, mungkin cara-ku mengagumi-mu aneh
Aku bukan tak berani bercerita lantang tentang segenap
rasa
Rasa yang telah bersemai lalu menjelma asa dalam dada-ku
Merindui-mu uang belum dikau tau
Keyakinan dalam resah-ku meronta memanggil nama
Agar ia datang dalam bayang imajinasi yang sempurna
Rindu-rindu tak beralas kembali memanggil nama-mu dikeheningan
jiwa
Mencari jalan dalam perangkap kabut ketidakpastian
Antara keyakinan dan keraguan
Hasrat bergerak dalam keheningan malam
Memanggil-manggil nama-mu
Agar kerinduan terlelap dalam pencapaian yang sempurna
#satumey98
Tentang
kunang-kunang dalam gerhana
(Kepada kunang2;03)
31/1/018
Sajak ini ku tulis kala matahari menjamah bulan
Kala bulan menyabit lalu separuh, hingga gerhana sempurna
menjelma
Kala semesta malam diselimuti wajah gerhana
Sajak ini ku tulis saat dikau beranjak pulang
Tentang alam daku lukiskan kerinduan ini
Tentang bulan berkonotasi warna sekejap usia
Tentang matahari dan bulan bersua di langit yang sama
Tentang dikau yang beranjak pulang dibawah redupan gerhana
yang sama
Sajak ini daku torehkan
Cerita segala_mu dalam iringan nada sendu di ujung malam
Irama merdu kemarin dikau membawa serta
Sajak ini dAku
cetiterakan syair riNdu tanpa hampAran dusta
Bilakah kita bersua lagi..?
Melepas segala rindu dalam dekapan air mata
Menjamah-mu dalam nalar imajinasi_ku
Mendekap disisi_mu dekat tak tersentuh
SegalA-mu kutulis
lagi daN lagi disetiap bait sya'ir kerinduan sAng malam
Tentang
Aksara kunang-kunang
(Kepada kunang2;04)
1/2/018
Tereja tentAng
dikau kuNang-kunAng
Dikau menjelma lontar dalam bait sya'ir-ku tertulis
Dikau tepian samudra cinta, berlabuh layar asmara-ku
Dikau seberkas kemilau mengusir kabut kesunyian-ku
Duhai dikau kunang-kunang
Bersua dengan-mu ter-obat-i segala siksa kerindu-an-ku
Seuntai senyum indah merona di wajah-mu tercermin budi
Sipit matamu, aku menjelma, berteduh disinari bola bening
Duhai dikau kunang-kunang
Aksara-ku ter-eja
untuk-mu
Bait sya'ir do'a-ku terangkat serta nama-mu
Rindu-ku belum tersampaikan
dikala malam enggan menyibak
Rasa daku yang belum dikau tau sebab aksara ter-eja bagi-ku
Tentang
Merdu_ke-Sendu
(Kepada kumang2;05)
02/02/018
Senar gitarku masih utuh tak terkurangi
Petikan jemari tak henti menggema memecah kesunyian malam
Riuh nyanyian anak muda mengusik damainya sepi
Menyanyi mengiringi irama senar
Irama Gitar-ku sekejap mendering kacau di bawa angin
Hati hampa tak lagi beralas bumi tempat kaki berpijak
Alam pikiran mengawan tak lagi menjunjung atap langit yang
sama
Jiwa sepi mengekang-ku disudut heningnya malam
Aku bagai ruang hampa tanpa ornamen pada dinding
senyuman yang dikau bawa pergi
Aku bagai warna pudar tanpa secercah kemilau
sinar bola mata-mu
Aku bagai sahara tandus nan gersang tanpa semai
bibit rindu-mu
Aku laksana malam, redup tanpa rona purnama
tak jua gugusan bintang di petala langit
Aku merindukan-mu dalam iringan irama gitar
Tanpa harus Merdu berganti sendu
Dikau rumah kecil, tempat-ku berteduh kala hujan mengguyur,
bernaung kala terik menyengat
Dikau kunang-kunang, pelita dalam gelap jalan-ku
Tentang
Kunang_kunang
(Kepada kunang2;06)
03/02/018
Trima kasih teruntuk dikau kunang-kunang
Dikau mengukir tinta dalam setiap bait sajak ku
Memberi senyum disetiap kemurunganku
Menjadi tongkat disetiap-ku terjatuh lalu tertatih merangkak untuk berdiri
Trima kasih untukmu kunang-kunang
Dikau mitologi yang segalamu menjelma ruh bagi puisi
Menjadi penawan racun kesendirian_ku
Trima kasih untukmu kunang-kunang
Setidaknya kepada mereka bisa aku jelaskan
Bahwa aku tidak benar-benar sendiri
Aku tidak benar-benar sepi dalam kesepianku
Aku tidak benar-benar sedih dalam kesedihanku
Aku tidak sendiri
Karna tentangmu bisa kugubah dalam bahasa puisi
sebagai teman bagi
sepiku
Trimakasih untukmu kunang
Karenamu puisi-ku berpijak
Tentangmu aksara ceritera-ku terlengkapi
Tetaplah dikau menjadi kunang-kunang_ku
Sama seperti
(Kepada kunang2;07)
05/02/018
Ke-aku-an-ku lelaki
Entah naluri macam apa yang bersemayam dalam ragaku
Mengapa hasrat membabi buta tak menentu yang menjumpaiku
Degup jantungku melaju kencang sedang aku terifeksi gugup
berat
Entah bagaimana aku harus berterus terang menceritakannya
Ah ke akuan-ku lelaki
Aku gugup ketika berpapasan dengan seribu dara sedang aku
kalah jumlah
Tidakku mengerti mengapa rasa bercapur tak menentu
Ah..keakuanku lelaki
Luluh takluk segala congkak-ku tak kala berhadapan dengan-mu
Lidahku dipenuhi tulang keengganan untuk bercerita
Aku membisu, Mati seribu bahasa.
Dengan kata apa aku akan bercerita
Tentang apa aku akan memulainya.
Entahlah seketika duniaku hilang.
Aku mendekap hening kebingungan
Aku lumpuh
Aku luluh
Ah...aku..
Apakah aku kalah atau apa aku yang menang?
Isak Langit
(Kepada kunang2;08)
06/02/018
Sekian kali jarum arloji berputar menambah detik berkurang
usia hari
Arloji memutar jarumnya mengintari pusar
seperti matahari beredar mengintari bumi diperaduannya
Sebelum siang terik. Langit sudah mengisaratkan tentang
hujan
Pertanda mendung dan gerimis mengawan mewarnai langit
Kala mentari tergelincir meninggalkan ufuk timur
Waktu asar menemui sore sedang suriya berwarna kelabu
Hujan mengantar sore menemui sang malam
Sanja yang mestinya hadir perlahan mengurungkan niatnya
menyempurnakan keindahan sore
Sama seperti hari yang lalu, Aku masih diteras fakultas
Bercengkrama dengan mendung, menyapa hujan dengan menulis
puisi.
Sudah menjadi kesenangan-ku menulis puisi di kala hujan
mengguyur
Seharian ini tentang-mu tak terbisikkan kabar
Tapi aku masih hafal senyuman-mu
Raut wajah-mu jua masih ku kenal
Kau tak disini tapi aku masih mengenang-mu
Aku bingung bagaimana menyudahi tulisan ini
Tak ada kalimat penutup yang bagus untuk_nya di senja kelabu
Segalanya masih berlanjut dan harus tetap ditulis,
sebab
tentang-mu kisah yang tak kian usai.
February 18
(Kepada kunang2;09)
07/02/018
Angin pagi berhembus menerpaku menggoda mata tuk terkantuk
Aku merebahkan kepala pada sebuah meja beralas kedua tangan
Pagi yang sepi untuk fakultas-ku
Mungkin karena waktu libur mahasiswa sudah dimulai sejak
sepekan yang lalu
Aku duduk termenung diteras ruang perkuliahan
Menjejal jaringan agar koneksi informasi terjejak
Disini aku mencari kembali setumpuk ingatan tentang-mu
yang tak sempat aku tulis
Setumpuk kenangan yang hilang dibawa pergi oleh sebagian
roda waktu
Tentang itu aku gagal mengingatnya lagi
Setahu-ku kita bersama karena kita satu kelas
Sampai sekarang Sering bersama mengerjakan tugas kelompok
dan segala macam kerumitan urusan kuliah
Kebersamaan yang terus berlalu malah menitipkan rasa yang
tak seperti biasanya
Mulai terselip rasa sayang di benak-ku
Entah kapan itu
di mulai dan siapa yang memulainya
Di waktu yang kesekian dari perjalan rindu yang tersimpan
menjelma bimbang di dadaku
Aku tidak paham akan pradugaku.
Kita jauh namun tak terpisah, kita juga dekat tapi tak
tersentuh
Bercampur tapi tak menyatu, berpisah tapi tak bercerai
Rasa ini menjelma bimbang dalam resahku
Mengusik lelap tidurku di malam hari-memaksa mata bercengkrama
dengan rindu sekadar melupakan resah
Rasa itu masih belum jelas arahnya
Rindu bertuan yang tak merindui
Segalamu yang masih harus ku simpan sendiri dalam lembaran
puisiku
Terus ter-eja sepanjang tentang-mu belum tersampaikan
Rindu itu Berat
(Kepada kunang2;10)
08/02/018
00:02
Dilan dan Milea
Figur baru yang mengawan seketika, pasca novel pidi baiq
dilakoni wayang hidup dalam sebuah layar
Muda mudi hanyut dalam genangan asmara yang tak karu-karuan
Hasrat birahi pada keelokan rupa menggebu-nggebu disana
sini
Sekejap usia dilan dan milea di puja laksana dewa
Berapi-api semangat remaja meninggalkan segala urusan demi
selembar tiket bioskop
Prakata dilan terukir abadi dalam lembaran aksara asmara
muda mudi SMA
Jangan Rindu, rindu itu berat. Mantra yang dirapalkan disetiap
momen media masa
Beragam poster mengekor mantra si Dilan pelopor asmara
rindu di bioskop
Ah ...lucu
Psikologi budaya modern kita digerogoti
Aku simpati akan kemolekan sandiwara dilan
Tapi aku tak mesti mengekor jalan asmaranya
Aku tak suka seperti itu
Teruntuk-mu yang kunamai kunang-kunang
Sekian kali hasrat memaksa-ku bercerita tentang segala-mu
Tentang rasa yang ku tanggung seorang diri
Rindu yang kian hari enggan takluk dalam jiwa-ku merintih
meronta
Segala-mu menjelma indah dalam imajinasi puisi-ku
Aksara masih harus ku-eja sendiri, benang masih harus ku-rajut
agar
ia tertenun rapi dalam kombinasi warna yang sempurna
Segala-mu masih harus ku pelajari
Merapalkan kembali segala mantra agar ia tak tertinggal
diseparuh ingatan-ku
Belumlah masanya cerita tentang segala-mu ku-utarakan
Bersabarlah sekejap lagi waktu akan berlalu
Biarkan ia yang bercerita tentang segalanya
Sekejap lagi.
Kunang-kunang jiwa
(Kepada kunang2;11)
09/02/018
Harus aku bagaimanakan rasa ini..?
Mau aku terus terang bercerita tentang rasaku
Mereka malah mengecam rasaku hanya hasrat sahwat membabi
buta
Sebelum ikatan ijab kabul tak ada cinta, cinta yang ada
hanya sahwat
Aku bingung
Kalau memang sebelum semuanya sah-sah-an tidak ada cinta
Lalu Mengapa tuhan menciptakan rasa pada setiap naluri
manusiawi
Ah...nasehat yang aneh bagiku
Rasaku urusanku biarkan ia bersemayam hening dalam hati
yang bening
Kalau memang cinta itu salah lalu mengapa tuhan menitipkan
rahman rahimnya dalam jiwa ku
Aku yakin tidak ada yang salah dengan rasaku
Akan kusampaikan rasaku dengan cara manusiawi
Menjalani segalanya tanpa harus mencampakan segala norma
kemanusiaan
Aku akan menjalaninya dengan caraku sendiri
Untuk para pengecam terlelaplah dalam mimpimu
Usirlah pagi sejauh ufuk agar malam tak gaduh
Agar hari esok teduh disela ilalang damai dengan kicauan
perkutut
Bahasa jiwa
(Kepada kunang2;12)
10/02/018
Mengeja rasa dalam aksara rindu kesenangan baru bagi-ku
Sejak kita bertemu untuk yang kesekian kalinya
Aku kembali merajut kata setelah sekian lama ia terkubur
dalam kenangan SMA
Prakata menterjemahkan bahasa jiwa yang gundah gulana
Imajinasi tentang-mu menari mendayu sayu di kepala-ku
Mau aku apakan rasa ini..?
Tanya yang sering menghentakkan lelap-ku setiap pagi
Mengatar senja-ku sebelum terpejam bersama malam
Rasa-ku menjelma hantu menghantui diri-ku dalam pelukan
malam
Mungkin kau tak butuh diriku..!
Mungkin aku hanya sekadar sahabat bagi-mu
Menghabiskan waktu bersama hanya untuk mengisi ruang hampa-mu
Entahlah.......
Praduga tak bertuan selalu mengusik damai-ku
Mungkin yang dikau idamkan mereka yang mapan
Menjelaskan masa mendatang hidup yang terarah
Ahh..
Entahlah semua hanya bayang hayal-ku
Aku jua tak tau, apa kau suka
Aku menamai-mu kunang-kunang..?
Atau, apa kau akan murka atas kelancangan-ku menamai-mu..?
Entahlah....
Wajah kunang-kunang
(Kepada kunag2;13)
10/02/018
Hari sudah malam, wajah bumi sempurna pekat
Gulita turun menghampiri bumi mengusir senjakala kemarin
sore
Tak mungkin aku bercerita tentang senja lagi
Tak jua berhayal panjang tentang rona merah diufuk timur
esok pagi
Usahlah dikau bertanya tentang matahari
Tanya-mu tak akan membawanya kepada malam
Usahlah dikau takut sebab malam tertakdir
Untuk purnama beranak bintang di petala langit
Untuk sulur berkawan kunang-kunang di pelosok penjuru bumi
Usahlah dikau menguatirkan-nya lagi sebab ia telah kembali
kemasa yang pergi
Malam kesepuluh bulan februari, jiwaku resah dilanda gelisah
Setumpuk pikiran menggunung lalu membatu di kepala-ku
Seonggok daging dalam dada menata rasa
Lalu menyimpan rapi dalam kemasan rindu
Lidah tak lagi pengecap rasa, pahit manis hilang
Tanpa bekas tertelan rasa tanpa rupa dalam gundah-ku
Aku disisi hujan
(Kepada kunang2;14)
11/02/018
Bebarapa hari ini aku selalu menulis tentang hujan
Tentang wajah langit yang sendu
Tentang suasana hujan yang beriak
Tentang tabuhan irama genteng pada atap yang sama
Senja selalu-ku cari di keheningan alam
Berharap ia datang mewarnai wajah langit yang kelabu
Agar hari berjumpa jingga pada dua ufuk timur dan barat
Halusinasi-ku selalu tentang-mu lalu
mengeja dalam aksara rindu yang masih sama
Ada kalanya aku menikmati hujan bersama mereka
Menerima angin mengantar dingin hingga tubuh menggigil
disisi tungku
Duduk bersama mereka ragawi semata
Alam pikiran-ku mengawan pergi terbang bersama burung camar
mencari senja
Beristrahat disisi kelelawar menanti sepercik cahaya kunang-kunang
Agar jalan-ku tertuju pada keribaan hati yang damai
Agar gulita malam tersinari sulur bambu yang menyala jingga
Agar kelap kelip kunang-kunang mewarnai gelap
Cerita Hari
(Kepada kunag2;15)
15/02/018
Selalu pagi aku bangun tidur hampir tak bersua subuh
Malam hampir bukan lagi persinggahan sekujur badan
Malam menjelma waktu lain. Begadang selalu membumbuinya
Hampir selalu tentang rasa dan resah yang daku ceritakan
Segala-mu mengungguli ejaan aksara bait syair-ku
Tentang-mu tersamarkan antara mitos dan nyata
Selama ini aku mengagumi-mu dalam batas kewajaran imaji
Tentang-mu ku-gubah puisi dengan aksara rindu
Semuanya tersimpan pada dinding rahasia hanya aku dan tuhan
yang tau
Apa dikau jua merasakan
hal yang sama dengan-ku..?
Aku sering bertanya pada diri-ku sendiri
Tapi pertanyaan-ku terbang mengawan dilangit dan turun
bersama tetesan embun dipagi hari
Mengagumi-mu memaksa-ku mengemban beban kerinduan
Aku masih menulis tentang rasa-ku
Puisi untuk-mu dari alam hayal-ku
Cerita malam
(Kepada kunang2;16)
13/02/018
Mencintai-mu memaksa-ku menanggung rindu seorang diri
Rasa ini benar-benar mengusik damai-ku
Meluluh lantahkan segala rasa hingga jiwa dikoyak bimbang
dan ragu
Bukan mau-ku tentang segalanya yang datang menghampiri
Mau aku bagaimanakan tentang rasa ini..?
Dikau (rasa tentang-mu) datang dalam ruang sepiku lalu
mengusik sunyi.
Bukan sekali bahkan berualang kali
aku ingin jujur padamu atas segenap rasa
Membohongi diri sendiri memaksa-ku menanggung siksa kerinduan
Tapi apalah daya segalanya harus ku pikirkan
Agar segala kekerabatan tetap terjaga
Mengadu
(Kepada kunang2;17)
14/02/018
Pada luasnya hamparan bumi aku menyaksikan segala kemaha
kuasaan-mu
Di sini aku mengenang wajah-mu tuhan
Mensyukuri segala kebaikan tangan-mu memelihara semesta
raya
Sungguh keadilan-mu mencipta hidup tak mampu ku-nalar
Tak dapat-ku logikakan bahkan imajinasi-ku tak sampai kesana
Sungguh kabesaran-mu tak terukur akan bentangan alam raya
Tak terbatas akan lapisan kulit ozom
Angkasa rayapun tiada lebih dari sepercik kebesaran-mu
Firman-mu teramat bijak. Teduh bagi pembacanya
Damai bagi yang mendalaminya
Gaduh bagi mereka yang mendustakannya
Ayat-mu tiada terukur dari yang tertulis pada lembaran
firman
Ayat-mu tercipta pada setiap sisi kehidupan mahluk
Mewarnai setiap wajah alam dengan rahman-rahim-mu
Hingga al-quran bukan sekadar teruntuk para pembaca
Melainkan bagi mereka para pencari bahkan untuk para pengecam
sekalipun
Tidak teruntuk mereka yang melihat tetapi jua bagi mereka
yang buta
Sebab semesta bagian terluar dari sekelumit firman-mu
Tuhan di hari yang damai
Kala rahmat-mu menjelma hujan dan badai
Aku menghadap, bersimpuh penuh kerendahan hati memelas
belas kasih disisi-mu
Setelah sekian masa berlalu segala dosa telah ku-raih
lalu hanya pada keridhoan-mu segalanya ku kembalikan
Tuhan Atas kehendak-mu aku mencintai
Maka dengan kehendak-mu juga jangan jadikan aku pembenci
Atas rahman rahim segala jalan-ku bimbinglah dengan keridhoan-mu
Telah ku-tulis segala rasa pada lembaran kertas
Telah ku-ukir nama pada dinding hati agar doa-ku terangkat
serta
Sebab hanya kepada-mu tuhan segala jalan-ku tertuju
Bagaimana..?
(Kepada kunang2;18)
16/02/018
Karena hati tempat terbaik bersemayamnya perasaan
Ada selembar cerita, disisi ruang, pada reliungnya terselip sepotong kisah
Cerita tentang-mu yang belum usai ditulis jua diukir
Teknologi semestinya sanggup menawan sepi
Mengusir gundah sejauh masa agar tak mengusik
Namun apalah daya, hati tak membutuhkan itu
Dikala sepi ia tak butuh gemerlapnya hiburan
Dikala gundah ia tak ingin riuhnya pesta
Pada lembaran cerita dalam buku saku
Tentang-mu tertulis dengan segala tinta
Menyatu lalu mendekap enggan menjadi pudar
Semua masih tentang-mu
Karena tentang-mu berarti lebih dari yang bisa
kutafsirkan lewat nalar, dan tak mampu kejelaskan lewat
logika
Rindu akan hadirmu menjelma lain, Ia menjelma rasa yang
menancap lalu
mengakar teramat dalam hingga sulit bagi-ku mengungkapkannya
Bagaimana menurut-mu
Harus ku-apakan rindu akan hadir-mu..?
Malam keenambelas
(Kepada kunang2;19)
17/02/018
00:31
Terjatuh dalam dekapan rasa penuh keresahan bukan pemula
bagiku
Tersemai pada setiap kisah yang dibawa pulang senja sebelumnya
Malam keenam belas bulan februari setelah mengumpulkan
segala keberanian aku mulai bercerita lewat media padamu
Kata terangkai berderet membentuk paragraf menjema dalam
puisi
Daku ceriterakan segala kerinduan dengan seribu kata
berjuta nada bahkan berulang kali kata maaf
Tak bermaksud mengusikmu dengan sepotong rasa yang kupunya
Hanya saja membohongi diri sendiri mengusik damaiku
mengusir malam sejauh pagi hingga kantukpun enggan singgah
Malam ini semuanya telah ku utarakan
Yang walaupun pesan datar tanpa nada bahasa ku terima
Tanpa menolak atau menerima dikau malah memasung rasa dalam
ketidak pastian
kebingungan melanda hingga akupun tak merasa terabaikan
Gemuruh
(Kepada kunang2;20)
21/02/018)
Semestinya pada setiap pengungkapan tercapai jawaban
Sebab pada setiap rasa yang disimpan sendiri
hanya akan mengutuk ketakberdayaan
Mengiris luka tanpa harus mengobati bagi setiap kesakitan
yang teruji
Keniscayaan bagi setiap jiwa yang terus mencari
adalah dicabik-cabik luka kehampaan
Kebebasan setiap pengembara adalah ketika
sebahagian yang berarti dalam jiwanya tak terpenjara
pada jeruji bilik asmara yang enggan memberi kepastian
kebimbangan bertahta
Sekokoh apapun kayu suatu waktu jua akan roboh karena usia
Setegar apapun jiwa akan rapuh dilumpuhkan oleh sebagian
rindu yang menyiksa
tanpa mampu tangan menjamah lukanya
tanpa mampu akal menalar tafsirannya
Dan seperti hari ada kalanya kehidupan dimulai seperti
fajar menyingsing
Lalu sekujur wajah bumi dibakar terik tanpa belas kasih
Sore menghampiri menawan segala perjuangan
keindahan senja sebelum malam mengisinya dengan seribu
bahasa kesunyian
Maka demikianlah perjuangan atas hidup
Perjuangan tak selamanya berujung kemenangan
karena dengan kemalangan setiap pejuang hendak
ditempa untuk kemenangan yang lebih setimpal akan usahanya
Komentar
Posting Komentar