Langsung ke konten utama

sajakkunang2(sm98)

Tentang
kunang-kunang senja
(Kepada kunang2;01)
12/1/018
Oleh : sm98

Sajak ini kutulis untuk-mu kala langit mendung berselaput awan hitam
Kala Matahari enggan menyinari semesta raya
Senja salamanya akan tetap menjelma senja, walau jingga terganti kelabu di petala langit yang sama
Sore ini, langit bersenjakan mendung yang kian tak menyudahi

Sajak ini ku-torehkan untuk dikau yang kemarin cinta warna biru
Dikala Sore tAnpa senja jiNgga menghiAs
Dikau menjelma senja dalam redupan cahaya kunang-kunang
Bagi-ku senja tak hilang walau emas terganti jingga dalam sinar wajah-mu

Sajak ini ku-tulis untuk-mu yang kemarin suka warna biru
Belajarlah memaafkan seperti laut
Belajarlah mengasihi seperti langit
Belajarlah memberi tanpa pamrih seperti surya

Sajak ini ku-tulis untuk-mu yang kemarin suka warna biru
Daku menulis nama-mu pada  keribaan hamparan pasir yang damai
Daku melukis wajah-mu berkanfas pasir dibibir pantai
Si laut pencemburu menggiring lekukan ombak tuk menghapusnya lagi dan lagi

Sajak ini daku tulis untuk-mu dikala langit mendung berwajah gelap
Sajak ini ku-tulis untuk-mu dikala petala langit memuja tuan alam raya dalam kata yang ia pahami
Sajak ini ku-tulis untuk-mu dikala Bentangan samudra menerima segala mahluk
Sajak ini ku-tulis untuk-mu pada Hamparan bumi berwajah ke-coklat-an

Sajak ini ku tulis hanya untuk-mu..


Tentang
Rasa dalam Resah-Ku
(Kepada kunang2; 02)
29/1/018(00:56)

Banyak hal yang belum sempat daku utarakan
Terpenjara di bilik hati-ku merintih meronta
Perasaan-ku yang belum dikau mengerti
Kekaguman daku pada-mu yang berlalu tanpa sekelumit prasasti

Daku menuangkan saja segala resah-ku disini
Diatas kolom baris lembaran kertas putih yang kusam
Berbekal goresan ornamen tinta hitam
Aksara tereja namuN  rasa masih tak sempurnA  bercerita

Daku tau, kata-kata tak sempurna mewakili rasa
Sebab ia bukan jelmaan kesempurnaan rasa
Aksara hanya setapak jalan penyampaian rasa
Menulis, itulah cara-ku sampaikan rasa dengan sederhana

Maaf, mungkin cara-ku mengagumi-mu aneh
Aku bukan tak berani bercerita lantang tentang segenap rasa
Rasa yang telah bersemai lalu menjelma asa dalam dada-ku
Merindui-mu uang belum dikau tau

Keyakinan dalam resah-ku meronta memanggil nama
Agar ia datang dalam bayang imajinasi  yang sempurna
Rindu-rindu tak beralas kembali memanggil nama-mu dikeheningan jiwa
Mencari jalan dalam perangkap kabut ketidakpastian

Antara keyakinan dan keraguan
Hasrat bergerak dalam keheningan malam
Memanggil-manggil nama-mu
Agar kerinduan terlelap dalam pencapaian yang sempurna

#satumey98


Tentang
kunang-kunang dalam gerhana
(Kepada kunang2;03)
31/1/018

Sajak ini ku tulis kala matahari menjamah bulan
Kala bulan menyabit lalu separuh, hingga gerhana sempurna menjelma
Kala semesta malam diselimuti wajah gerhana
Sajak ini ku tulis saat dikau beranjak pulang

Tentang alam daku lukiskan kerinduan ini
Tentang bulan berkonotasi warna sekejap usia
Tentang matahari dan bulan bersua di langit yang sama
Tentang dikau yang beranjak pulang dibawah redupan gerhana yang sama

Sajak ini daku torehkan
Cerita segala_mu dalam iringan nada sendu di ujung malam
Irama merdu kemarin dikau membawa serta
Sajak ini dAku cetiterakan syair riNdu tanpa hampAran dusta

Bilakah kita bersua lagi..?
Melepas segala rindu dalam dekapan air mata
Menjamah-mu dalam nalar imajinasi_ku
Mendekap disisi_mu dekat tak tersentuh

SegalA-mu kutulis lagi daN  lagi disetiap bait sya'ir kerinduan sAng malam



Tentang
Aksara kunang-kunang
(Kepada kunang2;04)
1/2/018

Tereja tentAng dikau kuNang-kunAng
Dikau menjelma lontar dalam bait sya'ir-ku tertulis
Dikau tepian samudra cinta, berlabuh layar asmara-ku
Dikau seberkas kemilau mengusir kabut kesunyian-ku

Duhai dikau kunang-kunang
Bersua dengan-mu ter-obat-i segala siksa kerindu-an-ku
Seuntai senyum indah merona di wajah-mu tercermin budi
Sipit matamu, aku menjelma, berteduh disinari bola bening

Duhai dikau kunang-kunang
Aksara-ku  ter-eja  untuk-mu
Bait sya'ir do'a-ku  terangkat serta nama-mu
Rindu-ku  belum tersampaikan dikala malam enggan menyibak
Rasa daku yang belum dikau tau sebab aksara ter-eja bagi-ku


Tentang
Merdu_ke-Sendu
(Kepada kumang2;05)
02/02/018

Senar gitarku masih utuh tak terkurangi
Petikan jemari tak henti menggema memecah kesunyian malam
Riuh nyanyian anak muda mengusik damainya sepi
Menyanyi mengiringi irama senar

Irama Gitar-ku sekejap mendering kacau di bawa angin
Hati hampa tak lagi beralas bumi tempat kaki berpijak
Alam pikiran mengawan tak lagi menjunjung atap langit yang sama
Jiwa sepi mengekang-ku disudut heningnya malam

Aku bagai ruang hampa tanpa ornamen pada dinding senyuman yang dikau bawa pergi
Aku bagai warna pudar tanpa secercah kemilau sinar bola mata-mu
Aku bagai sahara tandus nan gersang tanpa semai bibit rindu-mu
Aku laksana malam, redup tanpa rona purnama tak jua gugusan bintang di petala langit

Aku merindukan-mu dalam iringan irama gitar
Tanpa harus Merdu berganti sendu
Dikau rumah kecil, tempat-ku berteduh kala hujan mengguyur,
bernaung kala terik menyengat
Dikau kunang-kunang, pelita dalam gelap jalan-ku



Tentang
Kunang_kunang
(Kepada kunang2;06)
03/02/018

Trima kasih teruntuk dikau kunang-kunang
Dikau mengukir tinta dalam setiap bait sajak ku
Memberi senyum disetiap kemurunganku
Menjadi tongkat disetiap-ku  terjatuh lalu tertatih merangkak untuk berdiri

Trima kasih untukmu kunang-kunang
Dikau mitologi yang segalamu menjelma ruh bagi puisi
Menjadi penawan racun kesendirian_ku

Trima kasih untukmu kunang-kunang
Setidaknya kepada mereka bisa aku jelaskan
Bahwa aku tidak benar-benar sendiri
Aku tidak benar-benar sepi dalam kesepianku
Aku tidak benar-benar sedih dalam kesedihanku

Aku tidak sendiri
Karna tentangmu bisa kugubah dalam bahasa puisi
 sebagai teman bagi sepiku

Trimakasih untukmu kunang
Karenamu puisi-ku berpijak
Tentangmu aksara ceritera-ku terlengkapi
Tetaplah dikau menjadi kunang-kunang_ku


Sama seperti
(Kepada kunang2;07)
05/02/018

Ke-aku-an-ku lelaki
Entah naluri macam apa yang bersemayam dalam ragaku
Mengapa hasrat membabi buta tak menentu yang menjumpaiku
Degup jantungku melaju kencang sedang aku terifeksi gugup berat
Entah bagaimana aku harus berterus terang menceritakannya

Ah ke akuan-ku lelaki
Aku gugup ketika berpapasan dengan seribu dara sedang aku kalah jumlah
Tidakku mengerti mengapa rasa bercapur tak menentu

Ah..keakuanku lelaki
Luluh takluk segala congkak-ku tak kala berhadapan dengan-mu
Lidahku dipenuhi tulang keengganan untuk bercerita
Aku membisu, Mati seribu bahasa.

Dengan kata apa aku akan bercerita
Tentang apa aku akan memulainya.
Entahlah seketika duniaku hilang.
Aku mendekap hening kebingungan

Aku lumpuh
Aku luluh
Ah...aku..
Apakah aku kalah atau apa aku yang menang?


Isak Langit
(Kepada kunang2;08)
06/02/018

Sekian kali jarum arloji berputar menambah detik berkurang usia hari
Arloji memutar jarumnya mengintari pusar
seperti matahari beredar mengintari bumi diperaduannya
Sebelum siang terik. Langit sudah mengisaratkan tentang hujan

Pertanda mendung dan gerimis mengawan mewarnai langit
Kala mentari tergelincir meninggalkan ufuk timur
Waktu asar menemui sore sedang suriya berwarna kelabu
Hujan mengantar sore menemui sang malam

Sanja yang mestinya hadir perlahan mengurungkan niatnya menyempurnakan keindahan sore
Sama seperti hari yang lalu, Aku masih diteras fakultas
Bercengkrama dengan mendung, menyapa hujan dengan menulis puisi.
Sudah menjadi kesenangan-ku menulis puisi di kala hujan mengguyur

Seharian ini tentang-mu tak terbisikkan kabar
Tapi aku masih hafal senyuman-mu
Raut wajah-mu jua masih ku kenal
Kau tak disini tapi aku masih mengenang-mu

Aku bingung bagaimana menyudahi tulisan ini
Tak ada kalimat penutup yang bagus untuk_nya di senja kelabu
Segalanya masih berlanjut dan harus tetap ditulis,
sebab tentang-mu kisah yang tak kian usai.


February 18
(Kepada kunang2;09)
07/02/018

Angin pagi berhembus menerpaku menggoda mata tuk terkantuk
Aku merebahkan kepala pada sebuah meja beralas kedua tangan
Pagi yang sepi untuk fakultas-ku
Mungkin karena waktu libur mahasiswa sudah dimulai sejak sepekan yang lalu

Aku duduk termenung diteras ruang perkuliahan
Menjejal jaringan agar koneksi informasi terjejak
Disini aku mencari kembali setumpuk ingatan tentang-mu yang tak sempat aku tulis
Setumpuk kenangan yang hilang dibawa pergi oleh sebagian roda waktu

Tentang itu aku gagal mengingatnya lagi
Setahu-ku kita bersama karena kita satu kelas
Sampai sekarang Sering bersama mengerjakan tugas kelompok
dan segala macam kerumitan urusan kuliah

Kebersamaan yang terus berlalu malah menitipkan rasa yang tak seperti biasanya
Mulai terselip rasa sayang di benak-ku
Entah  kapan itu di mulai dan siapa yang memulainya
Di waktu yang kesekian dari perjalan rindu yang tersimpan menjelma bimbang di dadaku

Aku tidak paham akan pradugaku.

Kita jauh namun tak terpisah, kita juga dekat tapi tak tersentuh
Bercampur tapi tak menyatu, berpisah tapi tak bercerai
Rasa ini menjelma bimbang dalam resahku
Mengusik lelap tidurku di malam hari-memaksa mata bercengkrama
dengan rindu sekadar melupakan resah

Rasa itu masih belum jelas arahnya
Rindu bertuan yang tak merindui
Segalamu yang masih harus ku simpan sendiri dalam lembaran puisiku
Terus ter-eja sepanjang tentang-mu belum tersampaikan


Rindu itu Berat
(Kepada kunang2;10)
08/02/018
00:02

Dilan dan Milea
Figur baru yang mengawan seketika, pasca novel pidi baiq
dilakoni wayang hidup dalam sebuah layar
Muda mudi hanyut dalam genangan asmara yang tak karu-karuan
Hasrat birahi pada keelokan rupa menggebu-nggebu disana sini

Sekejap usia dilan dan milea di puja laksana dewa
Berapi-api semangat remaja meninggalkan segala urusan demi selembar tiket bioskop
Prakata dilan terukir abadi dalam lembaran aksara asmara muda mudi SMA
Jangan Rindu, rindu itu berat. Mantra yang dirapalkan disetiap momen media masa

Beragam poster mengekor mantra si Dilan pelopor asmara rindu di bioskop
Ah ...lucu
Psikologi budaya modern kita digerogoti
Aku simpati akan kemolekan sandiwara dilan
Tapi aku tak mesti mengekor jalan asmaranya
Aku tak suka seperti itu

Teruntuk-mu yang kunamai kunang-kunang
Sekian kali hasrat memaksa-ku bercerita tentang segala-mu
Tentang rasa yang ku tanggung seorang diri
Rindu yang kian hari enggan takluk dalam jiwa-ku merintih meronta

Segala-mu menjelma indah dalam imajinasi puisi-ku
Aksara masih harus ku-eja sendiri, benang masih harus ku-rajut agar
ia tertenun rapi dalam kombinasi warna yang sempurna
Segala-mu masih harus ku pelajari
Merapalkan kembali segala mantra agar ia tak tertinggal diseparuh ingatan-ku

Belumlah masanya cerita tentang segala-mu ku-utarakan
Bersabarlah sekejap lagi waktu akan berlalu
Biarkan ia yang bercerita tentang segalanya
Sekejap lagi.


Kunang-kunang jiwa
(Kepada kunang2;11)
09/02/018

Harus aku bagaimanakan rasa ini..?
Mau aku terus terang bercerita tentang rasaku
Mereka malah mengecam rasaku hanya hasrat sahwat membabi buta
Sebelum ikatan ijab kabul tak ada cinta, cinta yang ada hanya sahwat

Aku bingung
Kalau memang sebelum semuanya sah-sah-an tidak ada cinta
Lalu Mengapa tuhan menciptakan rasa pada setiap naluri manusiawi
Ah...nasehat yang aneh bagiku

Rasaku urusanku biarkan ia bersemayam hening dalam hati yang bening
Kalau memang cinta itu salah lalu mengapa tuhan menitipkan rahman rahimnya dalam jiwa ku
Aku yakin tidak ada yang salah dengan rasaku
Akan kusampaikan rasaku dengan cara manusiawi

Menjalani segalanya tanpa harus mencampakan segala norma kemanusiaan
Aku akan menjalaninya dengan caraku sendiri 
Untuk para pengecam terlelaplah dalam mimpimu
Usirlah pagi sejauh ufuk agar malam tak gaduh

Agar hari esok teduh disela ilalang damai dengan kicauan perkutut


Bahasa jiwa
(Kepada kunang2;12)
10/02/018

Mengeja rasa dalam aksara rindu kesenangan baru bagi-ku
Sejak kita bertemu untuk yang kesekian kalinya
Aku kembali merajut kata setelah sekian lama ia terkubur dalam kenangan SMA
Prakata menterjemahkan bahasa jiwa yang  gundah gulana

Imajinasi tentang-mu menari mendayu sayu di kepala-ku
Mau aku apakan rasa ini..?
Tanya yang sering menghentakkan lelap-ku setiap pagi
Mengatar senja-ku sebelum terpejam bersama malam

Rasa-ku menjelma hantu menghantui diri-ku dalam pelukan malam
Mungkin kau tak butuh diriku..!
Mungkin aku hanya sekadar sahabat bagi-mu
Menghabiskan waktu bersama hanya untuk mengisi ruang hampa-mu

Entahlah.......
Praduga tak bertuan selalu mengusik damai-ku
Mungkin yang dikau idamkan mereka yang mapan
Menjelaskan masa mendatang hidup yang terarah

Ahh..
Entahlah semua hanya bayang hayal-ku
Aku jua tak tau, apa kau suka
Aku menamai-mu kunang-kunang..?
Atau, apa kau akan murka atas kelancangan-ku menamai-mu..?
Entahlah....


Wajah kunang-kunang
(Kepada kunag2;13)
10/02/018

Hari sudah malam, wajah bumi sempurna pekat
Gulita turun menghampiri bumi mengusir senjakala kemarin sore
Tak mungkin aku bercerita tentang senja lagi
Tak jua berhayal panjang tentang rona merah diufuk timur esok pagi

Usahlah dikau bertanya tentang matahari
Tanya-mu tak akan membawanya kepada malam
Usahlah dikau takut sebab malam tertakdir
Untuk purnama beranak bintang di petala langit

Untuk sulur berkawan kunang-kunang di pelosok penjuru bumi
Usahlah dikau menguatirkan-nya lagi sebab ia telah kembali kemasa yang pergi
Malam kesepuluh bulan februari, jiwaku resah dilanda gelisah
Setumpuk pikiran menggunung lalu membatu di kepala-ku

Seonggok daging dalam dada menata rasa
Lalu menyimpan rapi dalam kemasan rindu
Lidah tak lagi pengecap rasa, pahit manis hilang
Tanpa bekas tertelan rasa tanpa rupa dalam gundah-ku


Aku disisi hujan
(Kepada kunang2;14)
11/02/018

Bebarapa hari ini aku selalu menulis tentang hujan
Tentang wajah langit yang sendu
Tentang suasana hujan yang beriak
Tentang tabuhan irama genteng pada atap yang sama

Senja selalu-ku cari di keheningan alam
Berharap ia datang mewarnai wajah langit yang kelabu
Agar hari berjumpa jingga pada dua ufuk timur dan barat
Halusinasi-ku selalu tentang-mu lalu
mengeja dalam aksara rindu yang masih sama

Ada kalanya aku menikmati hujan bersama mereka
Menerima angin mengantar dingin hingga tubuh menggigil disisi tungku
Duduk bersama mereka ragawi semata
Alam pikiran-ku mengawan pergi terbang bersama burung camar mencari senja

Beristrahat disisi kelelawar menanti sepercik cahaya kunang-kunang
Agar jalan-ku tertuju pada keribaan hati yang damai
Agar gulita malam tersinari sulur bambu yang menyala jingga
Agar kelap kelip kunang-kunang mewarnai gelap


Cerita Hari
(Kepada kunag2;15)
15/02/018

Selalu pagi aku bangun tidur hampir tak bersua subuh
Malam hampir bukan lagi persinggahan sekujur badan
Malam menjelma waktu lain. Begadang selalu membumbuinya

Hampir selalu tentang rasa dan resah yang daku ceritakan
Segala-mu mengungguli ejaan aksara bait syair-ku
Tentang-mu tersamarkan antara mitos dan nyata
Selama ini aku mengagumi-mu dalam batas kewajaran imaji

Tentang-mu ku-gubah puisi dengan aksara rindu
Semuanya tersimpan pada dinding rahasia hanya aku dan tuhan yang tau 
Apa  dikau jua merasakan hal yang sama dengan-ku..?
Aku sering bertanya pada diri-ku sendiri

Tapi pertanyaan-ku terbang mengawan dilangit dan turun bersama tetesan embun dipagi hari
Mengagumi-mu memaksa-ku mengemban beban kerinduan
Aku masih menulis tentang rasa-ku
Puisi untuk-mu dari alam hayal-ku


Cerita malam
(Kepada kunang2;16)
13/02/018

Mencintai-mu memaksa-ku menanggung rindu seorang diri
Rasa ini benar-benar mengusik damai-ku
Meluluh lantahkan segala rasa hingga jiwa dikoyak bimbang dan ragu
Bukan mau-ku tentang segalanya yang datang menghampiri

Mau aku bagaimanakan tentang rasa ini..?
Dikau (rasa tentang-mu) datang dalam ruang sepiku lalu mengusik sunyi.
Bukan sekali bahkan berualang kali
aku ingin jujur padamu atas segenap rasa

Membohongi diri sendiri memaksa-ku menanggung siksa kerinduan
Tapi apalah daya segalanya harus ku pikirkan
Agar segala kekerabatan tetap terjaga


Mengadu
(Kepada kunang2;17)
14/02/018

Pada luasnya hamparan bumi aku menyaksikan segala kemaha kuasaan-mu
Di sini aku mengenang wajah-mu tuhan
Mensyukuri segala kebaikan tangan-mu memelihara semesta raya
Sungguh keadilan-mu mencipta hidup tak mampu ku-nalar

Tak dapat-ku logikakan bahkan imajinasi-ku tak sampai kesana
Sungguh kabesaran-mu tak terukur akan bentangan alam raya
Tak terbatas akan lapisan kulit ozom
Angkasa rayapun tiada lebih dari sepercik kebesaran-mu

Firman-mu teramat bijak. Teduh bagi pembacanya
Damai bagi yang mendalaminya
Gaduh bagi mereka yang mendustakannya
Ayat-mu tiada terukur dari yang tertulis pada lembaran firman

Ayat-mu tercipta pada setiap sisi kehidupan mahluk
Mewarnai setiap wajah alam dengan rahman-rahim-mu
Hingga al-quran bukan sekadar teruntuk para pembaca
Melainkan bagi mereka para pencari bahkan untuk para pengecam sekalipun

Tidak teruntuk mereka yang melihat tetapi jua bagi mereka yang buta
Sebab semesta bagian terluar dari sekelumit firman-mu
Tuhan di hari yang damai
Kala rahmat-mu menjelma hujan dan badai

Aku menghadap, bersimpuh penuh kerendahan hati memelas belas kasih disisi-mu
Setelah sekian masa berlalu segala dosa telah ku-raih
lalu hanya pada keridhoan-mu segalanya ku kembalikan
Tuhan Atas kehendak-mu aku mencintai

Maka dengan kehendak-mu juga jangan jadikan aku pembenci 
Atas rahman rahim segala jalan-ku bimbinglah dengan keridhoan-mu
Telah ku-tulis segala rasa pada lembaran kertas
Telah ku-ukir nama pada dinding hati agar doa-ku terangkat serta

Sebab hanya kepada-mu tuhan segala jalan-ku tertuju


Bagaimana..?
(Kepada kunang2;18)
16/02/018

Karena hati tempat terbaik bersemayamnya perasaan
Ada selembar cerita, disisi ruang, pada reliungnya terselip sepotong kisah
Cerita tentang-mu yang belum usai ditulis jua diukir
Teknologi semestinya sanggup menawan sepi

Mengusir gundah sejauh masa agar tak mengusik 
Namun apalah daya, hati tak membutuhkan itu
Dikala sepi ia tak butuh gemerlapnya hiburan
Dikala gundah ia tak ingin riuhnya pesta

Pada lembaran cerita dalam buku saku
Tentang-mu tertulis dengan segala tinta 
Menyatu lalu mendekap enggan menjadi pudar
Semua masih tentang-mu

Karena tentang-mu berarti lebih dari yang bisa
kutafsirkan lewat nalar, dan tak mampu kejelaskan lewat logika 
Rindu akan hadirmu menjelma lain, Ia menjelma rasa yang menancap lalu
mengakar teramat dalam hingga sulit bagi-ku mengungkapkannya

Bagaimana menurut-mu
Harus ku-apakan rindu akan hadir-mu..?


Malam keenambelas
(Kepada kunang2;19)
17/02/018
00:31

Terjatuh dalam dekapan rasa penuh keresahan bukan pemula bagiku
Tersemai pada setiap kisah yang dibawa pulang senja sebelumnya
Malam keenam belas bulan februari setelah mengumpulkan
segala keberanian aku mulai bercerita lewat media padamu

Kata terangkai berderet membentuk paragraf menjema dalam puisi
Daku ceriterakan segala kerinduan dengan seribu kata
berjuta nada bahkan berulang kali kata maaf
Tak bermaksud mengusikmu dengan sepotong rasa yang kupunya

Hanya saja membohongi diri sendiri mengusik damaiku
mengusir malam sejauh pagi hingga kantukpun enggan singgah
Malam ini semuanya telah ku utarakan
Yang walaupun pesan datar tanpa nada bahasa ku terima

Tanpa menolak atau menerima dikau malah memasung rasa dalam ketidak pastian
kebingungan melanda hingga akupun tak merasa terabaikan


Gemuruh
(Kepada kunang2;20)
21/02/018)

Semestinya pada setiap pengungkapan tercapai jawaban
Sebab pada setiap rasa yang disimpan sendiri
hanya akan mengutuk ketakberdayaan
Mengiris luka tanpa harus mengobati bagi setiap kesakitan yang teruji

Keniscayaan bagi setiap jiwa yang terus mencari
adalah dicabik-cabik luka kehampaan
Kebebasan setiap pengembara adalah ketika
sebahagian yang berarti dalam jiwanya tak terpenjara

pada jeruji bilik asmara yang enggan memberi kepastian kebimbangan bertahta
Sekokoh apapun kayu suatu waktu jua akan roboh karena usia
Setegar apapun jiwa akan rapuh dilumpuhkan oleh sebagian rindu yang menyiksa
tanpa mampu tangan menjamah lukanya

tanpa mampu akal menalar tafsirannya
Dan seperti hari ada kalanya kehidupan dimulai seperti fajar menyingsing
Lalu sekujur wajah bumi dibakar terik tanpa belas kasih
Sore menghampiri menawan segala perjuangan

keindahan senja sebelum malam mengisinya dengan seribu bahasa kesunyian
Maka demikianlah perjuangan atas hidup
Perjuangan tak selamanya berujung kemenangan
karena dengan kemalangan setiap pejuang hendak

ditempa untuk kemenangan yang lebih setimpal akan usahanya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lupa jalan pulang

Tentang desakkan napas ribuan manusia kemarin Mengajak aku jatuh cinta padamu Sesak dan pengap ruang lekas ia punah Terjatuh lalu lenyap pada manis senyummu Bola hening matamu Kerap kali aku mencurinya tanpa kau sadari Mencuri menatap wajahmu diantara lalu lalangnya mereka Kerap kali hendakku mendekap disisimu Ingin aku ceritakan, pengapmu biarlah aku yang tanggung Kala itu aku jatuh cinta pada manis senyummu lalu pada indah bola matamu dan menjelma cantik parasmu Rasa-rasanya aku jatuhkan cintaku untukmu Berharap lekaslah kau pungut lalu rawat ia pada taman hatimu Yang kau hiasi dengan lembutnya sentuhan cintamu Sekejap itu aku jatuh cinta Hanya sehari dalam kurun itu Lalu esoknya tentang itu pulang Hilang dan lenyap begitu saja Maaf untuk rasa yang kemarin Dan untuk yang hari ini #sm98

Lelucon Rindu

Sejak sajak mulai berjejak Mengajarjan tentang untaian rindu itu Merah jingga membara, merona indah di ufuk timur kota ini Mengantar sang fajar mengajar putranya yang pulang lalu ada lagi Sepanjang hari berusia, terik dan hujan memangku semesta Bernaung kita di terik berlindung kala di guyur Tentang mu yang aku jatuhkan cintaku Yang aku ceritakan rindu dengan segala nada dan rasa Yang menjelma kamu dalam kata-kata Aku tak pandai merindu tidak pula mencintai Tapi nyatanya tentang itu mendekap erat sembari cerita tentangmu Andai semua kata-kataku kau percaya sebagai rindu Aku berharap kau tau itu tentangmu saja Tanpa harus terpasung ketakpastian Akan arah kerinduan ini Rindu yang masih kau anggap lelucon